Indonesia adalah negara yang mempunyai kekayaan bahasa daerah yang sangat beragam. Setiap daerah mempunyai bahasa daerah yang menunjukkan jati diri masing-masing. Setiap bahasa daerah unik dan berciri khas tertentu. Dari beragam bahasa daerah tersebut, bahasa Indonesia dipilih untuk menjadi bahasa pemersatu bangsa. Penggunaan nama bahasa persatuan “bahasa Indonesia” diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928.
Kondisi di
masyarakat saat ini menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia di ruang
publik belum sepenuhnya diutamakan. Dapat kita saksikan secara gamblang di
baliho-baliho, kain rentang/spanduk, papan-papan nama, reklame-reklame, rambu-rambu,
papan petunjuk, dan media di ruang publik lainnya bahwa bahasa Indonesia masih
“kalah pamor” dibandingkan bahasa asing. Apa indikatornya? Bahasa asing ditulis
lebih dulu dibandingkan bahasa Indonesia. Padahal, seharusnya bahasa Indonesia
lebih diutamakan penggunaannya sebagai bentuk mengedepankan jati diri dan
martabat bangsa. Bahasa Indonesia adalah identitas bangsa kita.
Pengutamaan
penggunaan bahasa Indonesia sudah mempunyai dasar hukum yang jelas, yaitu Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa,
dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Secara konstitusional, sudah sangat
jelas bahwa kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara yang harus
difungsikan sebagaimana mestinya dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan.
Pengutamaan bahasa Indonesia dalam berbagai konteks resmi merupakan upaya nyata
untuk menjaga kedaulatan bahasa Indonesia. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan sudah
sangat jelas bagaimana aturan penggunaan bahasa Indonesia tersebut.
Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa sebagai sebuah lembaga kebahasaan mempunyai
tugas melaksanakan pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra
Indonesia. Melalui Unit Pelaksana Teknis Balai/Kantor Bahasa yang tersebar di
seluruh Provinsi di Indonesia, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa terus
menggaungkan semboyan “Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Daerah, dan
Kuasai Bahasa Asing”.
Baca juga: Menulis dan Menerbitkan Secara Online
Baca juga: Menulis dan Menerbitkan Secara Online
Tujuan
pengutamaan bahasa Indonesia di ruang publik yaitu (1) memasyarakatkan
pemakaian bahasa Indonesia sesuai Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009, (2)
menanamkan sikap positif masyarakat terhadap bahasa Indonesia, (3) meningkatkan
kesadaran masyarakat terhadap bahasa Indonesia sebagai lambang jati diri
bangsa, (4) meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pemakaian bahasa
Indonesia yang baik dan benar di ruang publik, (5) mendokumentasikan pemakaian
bahasa ruang publik di wilayah kabupaten/kota, (6) mengevaluasi pemakaian
bahasa di ruang publik, dan membina
pemakaian bahasa yang baik dan benar, dan (7) mewujudkan bahasa di ruang
publik yang memartabatkan bahasa Indonesia.
Bahasa
asing bukan dilarang untuk digunakan, melainkan harus diatur agar sesuai dengan
semangat pengutamaan bahasa Indonesia. Misal dalam penulisan papan petunjuk,
maka bahasa Indonesia dituliskan di bagian paling atas, kemudian baru bahasa
asingnya. Namun, kenyataan di lapangan sering menunjukkan sebaliknya. Bahasa
asing masih mendominasi tulisan-tulisan di ruang publik kita.
Tentu ada
banyak faktor yang memengaruhi hal tersebut. Di antara faktor-faktor tersebut, pertama
perlu digarisbawahi tentang ketidaktahuan masyarakat akan aturan pengutamaan
bahasa Indonesia di ruang publik. Di sinilah terdapat tantangan besar untuk
lebih membumikan Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Undang-Undang sudah disusun secara sistematis, tinggal bagaimana sosialisasi
dan aplikasi di lapangan.
Faktor
kedua ialah sikap masyarakat yang turut memengaruhi dominasi penggunaan bahasa
asing. Tidak dapat dimungkiri di sebagian masyarakat kita ada perasaan
“istimewa” ketika menggunakan istilah-istilah asing di ruang publik. Sosialisasi
secara persuasif dan masif diperlukan agar tumbuh sikap positif masyarakat
terhadap pengutamaan penggunaan bahasa indonesia. Di samping itu, diperlukan juga
komitmen masyarakat untuk tetap setia dan bangga mengutamakan penggunaan bahasa
negara, bahasa Indonesia, di ruang publik.
Tantangan
pengutamaan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar saat ini semakin
berat karena terdapat faktor ketiga yakni gempuran arus informasi dari media
sosial. Pengguna media sosial terus bertumbuh dengan pesat. Dampak negatifnya
adalah bahasa Indonesia sering digunakan untuk mengungkapkan ujaran kebencian (hate speech) dan berita bohong
(hoaks).
Seiring
semakin beratnya tantangan pengutamaan penggunaan bahasa Indonesia di ruang
publik dengan baik dan benar, lembaga kebahasaan memiliki peran strategis untuk
mengantisipasi hal itu. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa harus
bersinergi dengan berbagai pihak untuk menjawab tantangan tersebut. Instansi-instansi
pemerintahan, insan media massa, dan para pelaku usaha juga penting dilibatkan
karena merekalah yang kerap menggunakan media di ruang publik sebagai ajang
promosi dan publikasi.
Memang
tidak mudah mengubah paradigma dan kultur masyarakat terkait penggunaan bahasa
Indonesia di ruang publik. Diperlukan waktu dan usaha yang terus-menerus agar
program-program pengutamaan bahasa Indonesia di ruang publik yang dicanangkan
Badan Bahasa bisa terlaksana dengan baik dan sukses. Masyarakat harus diberi
pemahaman secara komprehensif bahwa memartabatkan bahasa Indonesia berarti
menunjukkan jati diri bangsa yang sebenarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
~ Terima kasih sudah berkunjung. Silakan berkomentar di sini. Komentar Anda sangat berharga bagi saya. Jangan ada spam, SARA, pornografi, dan ungkapan kebencian. Semoga bermanfaat. ~