Perkara hijab di dunia olahraga seringkali menuai kontroversi. Banyak atlet berprestasi yang mesti terhalang untuk berlaga di kancah internasional gara-gara terganjal peraturan yang terkesan agak SARA. Seperti contoh berikut. Seorang pebasket profesional Indonesia bernama Raisa Aribatul Hamidah terpaksa berbenturan dengan peraturan FIBA yang mempermasalahkan hijabnya. Demikian curhat Arisa.
Sumber foto: change.org |
Saya Raisa Aribatul Hamidah (26 tahun), pemain basket Profesional di Indonesia. Saya mulai bermain basket pada usia 14 tahun, di Club Sahabat Ponorogo. Kecintaanku pada bolabasket, membuahkan prestasi di ajang olahraga tertinggi Indonesia (PON) sebanyak 2 kali, memberiku kesempatan untuk tampil di Liga Profesional (WNBL dan WIBL), dan mendapatkan beasiswa sekolah S2 di Universitas Airlangga Surabaya. Saya memakai jilbab sejak kecil, termasuk dalam menekuni hobi saya, jersey basketku harus dibuat sedemikian rupa, sehingga menutupi semua aurat dan memakai hijab.
Tidaklah mudah untuk mempertahankan hijab sampai saat ini, meskipun di Indonesia adalah mayoritas muslim. Adalah saya (mungkin), perempuan pertama yang memakai jilbab saat bermain basket. Termasuk saat mengikuti kejuaraan basket daerah jawa Timur untuk pertama kalinya (2005) di Surabaya. Sejak saat itu, setiap akan memulai pertandingan, timku selalu mendapatkan Technical Foul karena kostumku yang tidak wajar, tidak seragam dan dinilai tidak sesuai dengan peraturan. Tahun 2008 setelah dipanggil untuk memperkuat TimNas Indonesia Muda, namaku ditarik kembali dari daftar pemain dikarenakan saya tetap ingin berjilbab saat pertandingan. Tahun 2015, kasus serupa juga kembali terulang. Saya harus mengalami rintangan yang luar biasa untuk mengejar impian saya bermain basket di tingkat Internasional. Saya membuat permohonan ini kepada FIBA agar menghapus larangan tutup kepala (hijab) selama pertandingan.
Peraturan Tiga – Pasal 4 tentang Tim, Poin 4.4 tentang Perlengkapan Lainnya, tertulis:
“4.4.2. Pemain tidak boleh memakai perlengkapan (benda-benda) yang dapat menyebabkan pemain lain cedera. Antara lain: tutup kepala, asesoris rambut dan perhiasan”
FIBA mengatakan bahwa aturan ini untuk alasan keamanan pemain, tapi dimana bukti klaim ini? Di cabang olahraga sepakbola, pada tahun 2012 FIFA memberikan tenggat waktu sebagai masa uji coba dan mereview kembali aturan tersebut. Dari masa uji coba tersebut, tidak didapatkan bukti yang kuat bahwa penutup kepala dapat membuat cedera pemain, sehingga FIFA benar-benar menghapus larangan tutup kepala selama pertandingan. Mengapa FIBA tidak mengikuti jejak FIFA disini? FIBA masih membutuhkan waktu dua tahun sebagai masa uji coba sebelum pencabutan tersebut berlaku penuh, terhitung dari September 2014. Saya telah melihat bagaimana dunia olahraga dengan profesional mengatasi berbagai permasalahan, akan tetapi mengapa FIBA tetap tidak mengambil tindakan cepat dalam hal ini? Jika saya tidak diijinkan memakai jilbab, mengapa beberapa pemain diperbolehkan untuk menampilkan tato agama mereka tanpa perbedaan dan tanpa masalah?? Ada banyak pemain berbakat di seluruh dunia yang diperlakukan tidak adil, ditolak haknya untuk bermain di kompetisi FIBA. Karena memakai hijab, turban atau yarmulke, beberapa juga ditolak di tempat kerja.
Teman saya Bilqis Abdul Qadir, pemain basket wanita pertama yang memakai jilbab dalam sejarah NCAA. Dia pemain yang luar biasa, tetapi tidak pernah bermain basket di luar negeri karena aturan ini, begitu pula dengan Indira Kaljo. Wasit FIBA wanita pertama yang memakai jilbab dari Indonesia, Yuli Wulandari, diragukan bisa tambil untuk memimpin pertandingan di SEABA tahun 2016 ini karena memutuskan memakai jilbab.
Saya meminta anda untuk menandatangani petisi hari ini untuk menuntut FIBA merubah aturan larangan memakai penutup kepala. Tanda tangan anda akan sangat membantu kami, Insya Allah FIBA akan mengubah aturan sehingga semua pemain di seluruh dunia akan diberikan kesempatan yang sama untuk bermain basket profesional di luar negeri dan untuk mewakili negara mereka di kompetisi Internasional!!
Tidaklah mudah untuk mempertahankan hijab sampai saat ini, meskipun di Indonesia adalah mayoritas muslim. Adalah saya (mungkin), perempuan pertama yang memakai jilbab saat bermain basket. Termasuk saat mengikuti kejuaraan basket daerah jawa Timur untuk pertama kalinya (2005) di Surabaya. Sejak saat itu, setiap akan memulai pertandingan, timku selalu mendapatkan Technical Foul karena kostumku yang tidak wajar, tidak seragam dan dinilai tidak sesuai dengan peraturan. Tahun 2008 setelah dipanggil untuk memperkuat TimNas Indonesia Muda, namaku ditarik kembali dari daftar pemain dikarenakan saya tetap ingin berjilbab saat pertandingan. Tahun 2015, kasus serupa juga kembali terulang. Saya harus mengalami rintangan yang luar biasa untuk mengejar impian saya bermain basket di tingkat Internasional. Saya membuat permohonan ini kepada FIBA agar menghapus larangan tutup kepala (hijab) selama pertandingan.
Peraturan Tiga – Pasal 4 tentang Tim, Poin 4.4 tentang Perlengkapan Lainnya, tertulis:
“4.4.2. Pemain tidak boleh memakai perlengkapan (benda-benda) yang dapat menyebabkan pemain lain cedera. Antara lain: tutup kepala, asesoris rambut dan perhiasan”
FIBA mengatakan bahwa aturan ini untuk alasan keamanan pemain, tapi dimana bukti klaim ini? Di cabang olahraga sepakbola, pada tahun 2012 FIFA memberikan tenggat waktu sebagai masa uji coba dan mereview kembali aturan tersebut. Dari masa uji coba tersebut, tidak didapatkan bukti yang kuat bahwa penutup kepala dapat membuat cedera pemain, sehingga FIFA benar-benar menghapus larangan tutup kepala selama pertandingan. Mengapa FIBA tidak mengikuti jejak FIFA disini? FIBA masih membutuhkan waktu dua tahun sebagai masa uji coba sebelum pencabutan tersebut berlaku penuh, terhitung dari September 2014. Saya telah melihat bagaimana dunia olahraga dengan profesional mengatasi berbagai permasalahan, akan tetapi mengapa FIBA tetap tidak mengambil tindakan cepat dalam hal ini? Jika saya tidak diijinkan memakai jilbab, mengapa beberapa pemain diperbolehkan untuk menampilkan tato agama mereka tanpa perbedaan dan tanpa masalah?? Ada banyak pemain berbakat di seluruh dunia yang diperlakukan tidak adil, ditolak haknya untuk bermain di kompetisi FIBA. Karena memakai hijab, turban atau yarmulke, beberapa juga ditolak di tempat kerja.
Teman saya Bilqis Abdul Qadir, pemain basket wanita pertama yang memakai jilbab dalam sejarah NCAA. Dia pemain yang luar biasa, tetapi tidak pernah bermain basket di luar negeri karena aturan ini, begitu pula dengan Indira Kaljo. Wasit FIBA wanita pertama yang memakai jilbab dari Indonesia, Yuli Wulandari, diragukan bisa tambil untuk memimpin pertandingan di SEABA tahun 2016 ini karena memutuskan memakai jilbab.
Saya meminta anda untuk menandatangani petisi hari ini untuk menuntut FIBA merubah aturan larangan memakai penutup kepala. Tanda tangan anda akan sangat membantu kami, Insya Allah FIBA akan mengubah aturan sehingga semua pemain di seluruh dunia akan diberikan kesempatan yang sama untuk bermain basket profesional di luar negeri dan untuk mewakili negara mereka di kompetisi Internasional!!
Untuk membantu Raisa, silakan tanda tangani petisi di change.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
~ Terima kasih sudah berkunjung. Silakan berkomentar di sini. Komentar Anda sangat berharga bagi saya. Jangan ada spam, SARA, pornografi, dan ungkapan kebencian. Semoga bermanfaat. ~