Sumber gambar: dakwatuna.com |
Literasi biasanya dipahami sebagai kemampuan membaca dan menulis. Pengertian itu berkembang menjadi konsep literasi fungsional, yaitu literasi yang terkait dengan berbagai fungsi dan keterampilan hidup.
Menurut
UNESCO, pengertian literasi adalah sebagai berikut. “Literacy as the “ability to identify, understand, interpret, create,
communicate and compute, using printed and written materials associated with
varying contexts. Literacy involves a continuum of learning in enabling
individuals to achieve their goals, to develop their knowledge and potential,
and to participate fully in their community and wider society”(The United
Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO)).
Di
Indonesia sendiri, fakta memprihatinkan terungkap dari pemeringkatan literasi
internasional, Most Literate Nations in
the World, yang diterbitkan Central Connecticut State University, Maret
2016. Dari penelitian tersebut terungkap fakta kemampuan membaca dan menulis
masyarakat Indonesia sangat ketinggalan. Indonesia berada di urutan ke-60 dari
total 61 negara (www.jpnn.com, 13 April 2016).
Menilik dari fakta tersebut, sudah
semestinya program literasi terus diupayakan secara maksimal. Pemerintah sudah
mulai memberikan perhatian serius pada program-program literasi. Upaya untuk
meningkatkan minat baca dan menjaga agar kegiatan literasi terus berdenyut
dalam kehidupan masyarakat pun terus dilakukan.
Permendikud
nomor 23 tahun 2015 yang mengharuskan para siswa membaca 15 menit sebelum
memulai KBM adalah langkah revolusioner pemerintah untuk memulai kebiasaan
membaca di kalangan siswa, sekaligus Penumbuhan Budi Pekerti (PBP). Gerakan Literasi
Sekolah (GLS) ini adalah gerakan wajib baca buku sukarela di sekolah setiap hari
selama minimal 15 menit. Gerakan ini dikenal dengan nama sustained silent reading. Meskipun wajib kegiatan ini termasuk
bersifat rekreatif dan free voluntary
reading. Berdasarkan 51 dari 54 penelitian pada program SSR ini siswa
meningkat prestasinya dan semakin lama program ini dilaksanakan semakin besar
pula keberhasilannya. (Krashen, S. 2007). Gerakan ini diharapkan mampu memacu
dan memicu kebiasaan membaca di kalangan pelajar.
Di
tahun 2017 ini, Direktorat Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan (Dit. Bindiktara),
Direktorat Jenderal PAUD dan Dikmas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan
menyelenggarakan Gerakan Indonesia Membaca (GIM) dan Kampung Literasi (KL) di
beberapa Kabupaten/Kota di tanah air.
GIM
yang dicanangkan pertama kali di tahun 2015 ini merupakan kegiatan membangun
budaya baca masyarakat yang diselenggarakan secara lintas sektoral dengan
melibatkan lembaga swasta, organisasi sosial, kemasyarakatan, keagamaan,
kepemudaan, profesi, satuan pendidikan anak usia dini, satuan pendidikan nonformal,
Taman Bacaan Masyarakat (TBM), dan forum-forum yang menjadi mitra dinas
pendidikan. GIM bertujuan agar masyarakat dapat memperoleh informasi dan
mengakses bahan bacaan yang dibutuhkannya dan bisa dimanfaatkan untuk
meningkatkan kualitas hidup serta bisa menjadikannya sebagai pembelajar
sepanjang hayat. Menurut informasi, GIM 2017 akan diselenggarakan di 19
Kabupaten/Kota dan KL 2017 akan diselenggarakan di 34 lembaga. (http://donasibuku.kemdikbud.go.id)
Berbagai
gerakan literasi juga sedang dikembangkan oleh para pegiat literasi. Berbagai
upaya pun dilakukan untuk memupus kesenjangan bahan bacaan di kota besar dengan
di daerah. Pemerintah pun menanggapi positif. Salah satunya dengan solusi
menggratiskan biaya ongkir untuk pengiriman donasi buku melalu kantor pos. Dengan
menggratiskan biaya ongkir buku, diharapkan donatur semakin bersemangat untuk
mendistribusikan buku kepada TBM dan perpustakaan yang dituju. Bagaimanapun,
upaya meningkatkan minat baca masyarakat perlu ditunjang dengan ketersediaan
bahan bacaan yang memadai.
Dukungan
dari berbagai pihak sangat penting untuk menyukseskan gerakan literasi ini.
Salah satu yang utama adalah peran keluarga. Sebagai unit masyarakat terkecil,
keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama bagi seorang anak. Oleh
karena itu, berkaitan dengan gerakan literasi, tentunya peran keluarga harus
diperkuat.
Mewujudkan gerakan literasi
dimulai dari rumah bukan hal yang mudah, tapi juga bukan hal yang sulit. Perlu
ditumbuhkan pondasi awal berupa kesadaran dan rasa butuh terhadap pentingnya
membaca. Jika hal tersebut belum terbangun, maka akan sulit budaya literasi
terwujud.
*Artikel ini dimuat di Harian Bengkulu Ekspress edisi Selasa, 30 Mei 2017.
*Artikel ini dimuat di Harian Bengkulu Ekspress edisi Selasa, 30 Mei 2017.
Salam Literasi, semoga Giat Literasi di Bengkulu semakin semarak dan Positif
BalasHapusAmiiin, salam literasi
HapusLiterasi yg sangat bermanfaat, salah satunya yg saya kenal Forum Lingkar Pena
BalasHapusBenar sekali.
Hapus